Cegah “Money Politik”, KPK Kampanye Hajar Serangan Fajar

oleh -0 Dilihat
Untuk memberantas "money politik" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkampanyekan slogan 'hajar serangan fajar' menjelang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Untuk memberantas "money politik" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkampanyekan slogan 'hajar serangan fajar' menjelang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Jakarta – Untuk memberantas “money politik” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengkampanyekan slogan ‘hajar serangan fajar’ menjelang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui peran media sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama korupsi di sektor politik.

Alex berharap media dapat terus berperan aktif menggencarkan upaya pendidikan antikorupsi bagi masyarakat, terutama jelang pemilu mendatang.

“Mewakili KPK dan Kemenkominfo, mari kita sukseskan pemilu berintegritas dan menggandeng masyarakat untuk memilih calon yang berintegritas dan memiliki kapasitas. Bersama kita kampanyekan pemilu Hajar Serangan Fajar,” ungkap Alex melalui keterangan resminya, Selasa (4/7/2023).

Salah satu penyebabnya adalah money politic dalam pemilu, menurutnya salah satu bentuknya yakni serangan fajar. Oleh karena, KPK terus mengkampanyekan tolak politik uang. Sebab, politik uang memunculkan sosok pemimpin yang tidak memiliki kapasitas dan integritas.

“Sebuah pertanyaan besar, kenapa banyak kepala daerah yang korupsi, ternyata biaya politik yang mahal akar masalahnya,” jelas Alex.

Lebih lanjut, Alex menyampaikan bahwa berdasarkan survei Kemendagri dan KPK, biaya alokasi calon kepala daerah/walikota/bupati adalah 20-30 miliar rupiah, dan belum dapat dipastikan menang.

Sehingga, terbayang berapa banyak biaya yang harus dilipatgandakan jika ingin menang dan tak jarang, dana sponsor daerah setempat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi biaya politik. Melalui pendanaan tersebut, calon yang didukung diharapkan dapat menang dan akan mempermudah vendor dalam lelang proyek pembangunan nantinya.

Politik uang termasuk pelanggaran dalam pilkada. Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon yang melakukan politik uang bisa mendapat sanksi administratif sampai pidana. Karenanya, seluruh pihak harus mampu dengan tegas menolak adanya praktik politik uang yang sejatinya merusak iklim dan sistem demokrasi bangsa Indonesia.

Sementara itu, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana turut menyampaikan hasil kajian di mana 95,5% dari modus utama korupsi politik yang ditemukan terkait dengan finansial atau keuangan. Mayoritas masyarakat masih menerima uang saat pemilu, dengan alasan faktor ekonomi, tekanan sosial, permisif karena risikonya kecil dan masih belum paham tentang politik uang.

Oleh karena itu, KPK mengupayakan strategi komunikasi yang relevan dan bersinergi dengan media. Usaha ini berfokus pada kekuatan media, kekuatan endorser, kekuatan engagement, kekuatan momentum, dan kunjungan ke media-media terpilih yang akan melakukan sosialisasi ke komunitas.

“Usaha itu kita kemas dalam kampanye Hajar Serangan Fajar. Tema itu lebih relevan karena politik uang dikenal dengan istilah tersebut,” kata Wawan. (red)

Baca : KPU : Pemilih Lampung Didominasi Generasi Milenial

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.