Para Pemimpin Iran dan Kebijakan yang Mendunia: Sebuah Tinjauan Sejarah dan Konflik Terkini

oleh -0 Dilihat
pemimpin iran
Para Pemimpin Iran

Diskursus Network – Iran, sebagai negara dengan sejarah politik yang kaya dan kompleks, telah dikenal karena kebijakan-kebijakan yang menimbulkan perhatian dan reaksi global. Dari Revolusi Islam 1979 yang menggulingkan Shah Mohammad Reza Pahlavi hingga kebijakan nuklir kontemporer, setiap pemimpin Iran telah membawa perubahan yang signifikan, baik di dalam negeri maupun dalam konteks internasional.

1. Ayatollah Khomeini dan Revolusi Islam

pemimpin iran
Ayatollah Khomeini

Revolusi 1979 merupakan titik balik bagi Iran, di mana pemimpin Iran saat itu, Ayatollah Khomeini berhasil menggulingkan monarki yang didukung Barat. Pemimpin revolusioner ini mengenalkan konsep Wilayat al-Faqih, yang memberikan kekuasaan politik dan agama kepada para ulama. Kebijakannya yang tegas terhadap Barat, khususnya Amerika Serikat—termasuk krisis sandera Iran—menetapkan nada hubungan Iran dengan banyak negara Barat hingga hari ini.

2. Ali Khamenei: Penerus Khomeini

pemimpin iran
Ali Khamenei

Setelah kematian Khomeini pada 1989, Ali Khamenei mengambil alih sebagai Pemimpin Iran Tertinggi. Khamenei melanjutkan beberapa kebijakan pendahulunya tetapi dengan pendekatan yang kadang lebih berhati-hati. Di bawah kepemimpinannya, Iran terlibat dalam pembangunan program nuklir yang menyebabkan kekhawatiran internasional, mengakibatkan serangkaian sanksi dari PBB dan negara-negara Barat.

3. Mohammad Khatami: Reformasi dan Dialog Antarperadaban

 

pemimpin iran
Mohammad Khatami

Menjabat sebagai presiden dari 1997 hingga 2005, Mohammad Khatami dikenal dengan kebijakan “Dialog Antarperadaban” dan usaha untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Barat. Khatami mencoba melonggarkan pembatasan dalam negeri dan mendorong kebebasan pers, meskipun banyak usahanya yang terhambat oleh lembaga-lembaga konservatif dalam pemerintahan Iran.

4. Mahmoud Ahmadinejad dan Provokasi

pemimpin iran
Mahmoud Ahmadinejad

Presiden dari 2005 hingga 2013, Mahmoud Ahmadinejad adalah sosok yang polarisasi. Dikenal karena retorikanya yang tajam terhadap Israel dan Amerika Serikat, Ahmadinejad juga memperkuat program nuklir Iran. Kebijakannya memicu isolasi internasional yang lebih luas dan peningkatan sanksi ekonomi yang melumpuhkan.

5. Hassan Rouhani dan Era Kesepakatan Nuklir

pemimpin iran
Hassan Rouhani

Menjabat setelah Ahmadinejad, Hassan Rouhani lebih moderat dan berhasil merundingkan Kesepakatan Nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia, yang mengurangi sanksi sebagai imbalan untuk pembatasan program nuklir Iran. Kesepakatan ini dilihat sebagai momen penting dalam diplomasi internasional, meskipun kemudian Amerika Serikat mengundurkan diri dari kesepakatan tersebut di bawah administrasi Trump.

6. Ebrahim Raisi dan Konservatisme Baru

pemimpin iran
Ebrahim Raisi

Ebrahim Raisi, yang menjabat sebagai presiden sejak 2021, dikenal dengan pendekatan konservatif dan tegas. Pemerintahannya sampai sekarang telah ditandai dengan peningkatan ketegangan dengan Barat terutama terkait program nuklir dan hak asasi manusia.

Kebijakan Luar Negeri Pemimpin Iran Ebrahim Raisi: Antara Konservatisme dan Ketegangan Geopolitik

Baca juga: Pasca Serangan Iran, Indonesia Akan Kalibrasi Anggaran

Ebrahim Raisi, yang menjabat sebagai Presiden Iran sejak 2021, membawa pendekatan yang konservatif dan tegas dalam kebijakan luar negerinya, yang mencerminkan garis keras ideologi politik yang lebih luas dari faksi konservatif di Iran. Kebijakannya telah memengaruhi dinamika regional dan internasional, terutama terkait dengan program nuklir, hubungan dengan negara Barat, serta interaksi dengan negara tetangga di Timur Tengah.

1. Program Nuklir dan Hubungan dengan Barat

Kebijakan luar negeri Raisi sangat dipengaruhi oleh konteks program nuklir Iran. Setelah Amerika Serikat mundur dari Kesepakatan Nuklir Iran (JCPOA) pada tahun 2018, Raisi menegaskan posisinya untuk melanjutkan pengembangan nuklir Iran. Ini termasuk meningkatkan pengayaan uranium di atas batas yang ditetapkan oleh kesepakatan 2015, sebagai respons terhadap kegagalan Barat, menurut pandangannya, dalam menepati komitmen mereka setelah Amerika Serikat keluar dari kesepakatan tersebut. Kebijakan ini telah meningkatkan ketegangan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, yang khawatir bahwa Iran dapat mengembangkan senjata nuklir.

2. Mendukung Kekuatan Poros Perlawanan

Secara regional, Raisi telah menegaskan kembali dukungan Iran terhadap apa yang sering disebut “poros perlawanan” terhadap pengaruh Amerika Serikat dan sekutunya di Timur Tengah. Ini termasuk dukungan terus-menerus untuk kelompok-kelompok seperti Hezbollah di Lebanon, pemerintah Bashar al-Assad di Suriah, dan kelompok Houthi di Yaman. Kebijakan ini juga mencerminkan konflik yang lebih luas dengan negara-negara seperti Israel dan Arab Saudi, meskipun terdapat beberapa sinyal dialog di kawasan tersebut baru-baru ini.

3. Meningkatkan Hubungan dengan Negara-Negara Non-Barat

Raisi telah berusaha memperluas hubungan dengan negara-negara di luar blok Barat, termasuk Rusia dan China, sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi ketergantungan pada Barat dan menanggapi sanksi yang berkelanjutan. Iran dan China, misalnya, menandatangani perjanjian kerja sama strategis 25 tahun yang mencakup bidang ekonomi, militer, dan keamanan. Hubungan dengan Rusia juga diperkuat, terutama dalam konteks keamanan regional dan energi.

4. Tanggapan terhadap Sanksi dan Isolasi Ekonomi

Di tengah tekanan ekonomi dari sanksi yang berkelanjutan, Pemimpin Iran Raisi telah menekankan pentingnya kebijakan ekonomi ‘ketahanan’, yang bertujuan untuk memperkuat ekonomi domestik melalui diversifikasi ekspor dan peningkatan produksi dalam negeri. Ini juga melibatkan mencari mitra dagang baru dan memperkuat hubungan ekonomi dengan tetangga regional dan negara-negara yang bersedia melawan sanksi Amerika Serikat.

5. Penanganan Krisis dalam Negeri dan Imbasnya pada Kebijakan Luar Negeri

Selain itu, Raisi juga menghadapi tantangan dalam negeri, termasuk keadaan ekonomi yang sulit dan kepuasan publik yang menurun, yang dapat mempengaruhi legitimasi pemerintahannya. Respons terhadap protes dalam negeri dan cara pemerintahannya mengelola hak asasi manusia telah menarik perhatian dan kritik internasional, yang juga mempengaruhi hubungan luar negerinya.

Kebijakan luar negeri Raisi telah memainkan peranan kunci dalam membentuk konteks geopolitik regional dan interaksi Iran dengan dunia. Dengan memprioritaskan kedaulatan dan ketahanan nasional di atas kepentingan diplomasi yang lebih lembut, Raisi menunjukkan komitmen pada jalur yang relatif independen dan tegas, namun juga tidak terbebas dari konsekuensi dan tantangan geopolitik yang kompleks.

Kebijakan Luar Negeri Ebrahim Raisi: Ketegangan dengan Israel dalam Konteks Konflik Regional

pemimpin iran
Ebrahim Raisi

Sejak menjabat sebagai Presiden Iran pada 2021, Ebrahim Raisi telah menegaskan kembali posisi Iran yang keras terhadap Israel, memperkuat dukungan bagi kelompok-kelompok anti-Israel di Timur Tengah, dan menandai kontinuitas kebijakan luar negeri Iran yang secara tradisional menantang keberadaan Israel. Hubungan yang tegang ini bukan hanya cerminan dari ideologi, tetapi juga merupakan aspek penting dari dinamika kekuatan regional yang lebih luas, yang secara signifikan mempengaruhi kebijakan luar negeri Iran di bawah kepemimpinan Raisi.

Eskalasi Dukungan terhadap Kelompok-kelompok Perlawanan

Salah satu pilar utama kebijakan luar negeri Raisi terhadap Israel adalah dukungan yang berkelanjutan dan mungkin bahkan diperkuat terhadap kelompok-kelompok seperti Hezbollah di Lebanon dan berbagai faksi di Palestina, termasuk Hamas. Iran secara terbuka menyediakan dukungan finansial, militer, dan strategis kepada kelompok-kelompok ini, yang semuanya memiliki agenda anti-Israel yang jelas. Dukungan ini merupakan komponen kunci dari apa yang sering disebut sebagai “poros perlawanan” yang berusaha melawan pengaruh Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan, termasuk Israel.

Peran dalam Konflik Suriah

Pemimpin Iran tersebut juga memainkan peran aktif dalam konflik Suriah, mendukung rezim Bashar al-Assad melawan berbagai kelompok oposisi yang di beberapa kasus didukung oleh Israel. Kehadiran militer Iran di Suriah dan dukungannya terhadap kekuatan pro-Assad memungkinkan Iran untuk menempatkan aset militer lebih dekat dengan Israel, yang sering memicu konfrontasi langsung, termasuk serangan udara oleh Israel ke posisi Iran dan sekutunya di Suriah.

Reaksi terhadap Normalisasi Hubungan Israel dengan Negara Arab

Baca juga: Presiden Iran Menjanjikan Respons Berat Terhadap Setiap Ancaman Israel

Di tengah tren baru beberapa negara Arab yang memilih untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, seperti yang terlihat dalam Perjanjian Abraham, Iran telah menyuarakan penentangan keras. Raisi dan pemerintahannya mengkritik negara-negara Arab yang mengambil langkah tersebut dan memperingatkan tentang pengkhianatan terhadap Palestina. Iran menggunakan platform regional dan internasional untuk menyerukan solidaritas kepada Palestina dan mengutuk apa yang mereka lihat sebagai upaya Israel untuk melegitimasi pendudukan atas tanah Palestina.

Rhetorik Anti-Israel

Raisi secara konsisten menggunakan retorika tegas terhadap Israel dalam pidato dan kebijakan publiknya, menyatakan bahwa Iran tidak akan mengakui legitimasi negara Israel. Komentar ini bukan hanya untuk konsumsi domestik tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan dukungan di kalangan kelompok-kelompok Palestina dan dalam komunitas Muslim lebih luas yang simpatik terhadap Palestina.

Implikasi bagi Stabilitas Regional

Kebijakan ini secara alami menimbulkan ketegangan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, yang adalah sekutu utama Israel. Ketegangan ini memperumit upaya diplomatik, termasuk negosiasi yang berpotensi mengenai program nuklir Iran dan sanksi internasional. Kondisi ini juga menambah ketidakstabilan di Timur Tengah, di mana Iran dan Israel secara tidak langsung terlibat dalam beberapa konflik proxy, mempengaruhi dinamika kekuatan di seluruh kawasan.

Dalam konteks ini, kebijakan Raisi terhadap Israel tidak hanya mencerminkan kontinuitas dengan pendekatan sebelumnya tetapi juga menunjukkan bagaimana konflik Iran-Israel terintegrasi dalam strategi luas Iran untuk memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah dan melawan apa yang dilihat sebagai hegemoni Barat.

Kebijakan para pemimpin Iran selalu menjadi topik panas dalam diskusi geopolitik global. Dari revolusi hingga reformasi, setiap pemimpin telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Iran dan hubungan internasionalnya. Bagaimana langkah Iran selanjutnya tetap menjadi pertanyaan yang relevan, mengingat posisinya yang strategis di Timur Tengah dan sumber daya alam yang melimpah.(DN)

Baca informasi menarik lainnya di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.