Perundungan Di Sekolah Kegagalan Pendidikan Indonesia

oleh -0 Dilihat
perundungan
Ilustrasi

Diskursus Network – Perundungan atau bullying di sekolah adalah masalah umum di Indonesia yang mempunyai dampak serius terhadap kesehatan mental dan fisik siswa. Bullying dapat didefinisikan sebagai perilaku agresif yang disengaja terhadap individu lain yang terjadi berulang kali dalam jangka waktu tertentu.

Bentuknya bisa bermacam-macam, termasuk penindasan fisik, verbal, sosial, dan dunia maya. Penindasan fisik melibatkan agresi fisik, seperti memukul atau mendorong, sedangkan penindasan verbal melibatkan penggunaan kata-kata untuk menyakiti atau mengintimidasi. Penindasan sosial melibatkan pengucilan atau penyebaran rumor, sedangkan penindasan maya terjadi melalui platform digital. Penindasan dapat menimbulkan dampak jangka panjang pada korbannya, termasuk kecemasan, depresi, dan bahkan bunuh diri.

Prevalensi bullying di sekolah di Indonesia memang memprihatinkan. Menurut data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), tercatat ada 16 kasus bullying di sekolah pada Januari hingga Juli 2023. Mayoritas siswa yang mengalami intimidasi di negara ini adalah laki-laki, menurut Badan Pusat Statistik (BPS).
Bullying terus menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah,” seperti dilansir FSGI. “Insiden intimidasi di sekolah baru-baru ini di Indonesia menyoroti betapa parahnya masalah ini.”

Pada bulan Juli 2023, 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur mengalami kekerasan fisik akibat terlambat ke sekolah. Insiden lain melibatkan dugaan intimidasi di luar Sekolah Binus Serpong, dan pihak sekolah dan polisi menyelidiki masalah tersebut. Dalam kasus dugaan bullying, seorang siswa kelas 3 SD mengalami patah lengan sehingga pihak sekolah turun tangan.

Baca juga: Perundungan Siswa SMP di Bandung, Tengah Diusut Polisi

Pengamat pendidikan menganggap bullying di Indonesia sebagai ‘darurat’ karena jumlah kasus yang terus meningkat dan belum ada tanda-tanda perbaikan.

Merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan siswa, untuk mencegah kekerasan dan perundungan di lembaga pendidikan. Insiden penindasan di sekolah yang terjadi baru-baru ini di Indonesia menekankan perlunya tindakan segera untuk mengatasi masalah ini dan melindungi kesejahteraan siswa.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bullying di sekolah

perundungan

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap intimidasi di sekolah di Indonesia adalah kurangnya kesadaran dan pendidikan tentang intimidasi. Banyak siswa dan bahkan guru mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang dimaksud dengan perilaku intimidasi, dan oleh karena itu mungkin tidak mengenalinya ketika hal itu terjadi. Kurangnya kesadaran ini dapat mengarah pada normalisasi perilaku intimidasi, sehingga lebih sulit untuk diatasi dan dicegah. Selain itu, mungkin terdapat kekurangan sumber daya dan pelatihan yang tersedia bagi para pendidik untuk secara efektif mengatasi dan mencegah intimidasi di sekolah.

Dengan meningkatkan pendidikan dan kesadaran mengenai masalah ini, sekolah dapat mengambil pendekatan proaktif untuk mengatasi penindasan dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih aman bagi semua siswa.

Norma sosial dan budaya yang membenarkan kekerasan juga dapat berkontribusi terhadap intimidasi di sekolah di Indonesia. Kekerasan sering digambarkan dalam media dan hiburan, dan beberapa nilai budaya mungkin memprioritaskan agresi dan dominasi dibandingkan empati dan kasih sayang. Hal ini dapat menciptakan iklim sosial di mana perilaku bullying lebih mungkin terjadi dan diterima. Selain itu, beberapa siswa mungkin merasakan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma ini agar dapat menyesuaikan diri dengan teman-temannya, yang mengarah pada partisipasi dalam perilaku intimidasi. Mengatasi dan menentang norma-norma ini melalui pendidikan dan keterlibatan masyarakat dapat membantu mengubah iklim budaya dan mengurangi prevalensi perilaku intimidasi di sekolah.

Baca juga: Beredar Video Perundungan di Lampung Tengah, Polisi Tangkap Dua Pelaku

Tindakan disipliner yang tidak memadai di sekolah juga dapat berkontribusi terhadap intimidasi di sekolah di Indonesia. Jika siswa tidak menghadapi konsekuensi atas perilaku intimidasi yang mereka lakukan, hal ini memberikan pesan bahwa perilaku tersebut dapat diterima dan tidak akan dihukum. Selain itu, jika tindakan disipliner tidak konsisten atau adil, hal ini dapat menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan siswa dan menyebabkan konflik dan agresi lebih lanjut. Dengan menerapkan tindakan disipliner yang jelas dan konsisten yang memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan seluruh siswa, sekolah dapat menciptakan budaya akuntabilitas dan mengurangi prevalensi perilaku intimidasi.

Dampak bullying di sekolah terhadap siswa

perundungan

Penindasan di sekolah dapat menimbulkan konsekuensi fisik dan emosional yang signifikan pada siswa. Korban bullying mungkin mengalami luka fisik, seperti memar, luka, dan cedera lainnya. Kerugian emosional yang disebabkan oleh penindasan juga bisa berdampak buruk dan bertahan lama, termasuk rendahnya harga diri, kecemasan, dan depresi. Anak-anak yang mengalami perundungan mungkin juga mengalami kesulitan fokus dan konsentrasi saat belajar, sehingga menimbulkan konsekuensi akademis. Dampak negatif bullying dapat berdampak pada kesejahteraan fisik dan emosional siswa, sehingga berujung pada penurunan kualitas hidup.

Penindasan juga dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan mental dan kesejahteraan. Trauma akibat perundungan dapat berujung pada gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Korban penindasan mungkin bergumul dengan perasaan malu, bersalah, dan takut, yang menyebabkan menurunnya rasa harga diri dan kepercayaan diri. Dampak dari perundungan juga dapat dialami oleh mereka yang menyaksikannya sehingga menimbulkan perasaan tidak berdaya dan takut. Dampak jangka panjang dari penindasan bisa sangat parah, menyebabkan penurunan kualitas hidup dan potensi masalah kesehatan mental yang berkelanjutan.

Selain kerugian fisik dan emosional yang disebabkan oleh penindasan, hal ini juga dapat berdampak signifikan terhadap kinerja akademik. Korban penindasan mungkin kesulitan berkonsentrasi di kelas, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan belajar dan menyimpan informasi. Penindasan juga dapat menyebabkan hilangnya minat bersosialisasi dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial, yang selanjutnya dapat berdampak pada kinerja akademik. Ketakutan dan kecemasan yang disebabkan oleh intimidasi juga dapat menyebabkan ketidakhadiran di sekolah, yang mengarah pada penurunan kemampuan untuk sukses secara akademis. Secara keseluruhan, dampak perundungan terhadap siswa bisa sangat luas, berdampak pada kesejahteraan fisik dan emosional mereka, serta keberhasilan akademis dan prospek masa depan mereka.

Strategi untuk mencegah dan mengatasi perundungan di sekolah

perundungan

Kampanye pendidikan dan kesadaran merupakan strategi penting dalam mencegah dan mengatasi intimidasi di sekolah. Kampanye-kampanye ini dapat membantu siswa, guru, dan orang tua memahami dampak negatif penindasan terhadap korban dan komunitas sekolah secara keseluruhan. UNICEF Indonesia telah mengembangkan program pencegahan intimidasi berbasis sekolah yang disebut Roots, yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan mendukung dengan mendorong perilaku positif dan hubungan yang sehat antara siswa dan guru.

“Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan menerapkan program berbasis bukti seperti Roots, sekolah dapat menciptakan budaya hormat dan empati, sehingga mengurangi kejadian intimidasi,” Rilis UNICEF.

Tindakan disipliner dan penegakan hukum yang lebih kuat sangat penting dalam mengatasi intimidasi di sekolah. Sekolah harus memiliki kebijakan anti-intimidasi yang jelas yang menguraikan konsekuensi dari perilaku intimidasi, termasuk skorsing atau pengusiran karena pelanggaran serius. Kebijakan ini harus dikomunikasikan kepada siswa, guru, dan orang tua, dan ditegakkan secara konsisten. Selain itu, sekolah harus memberikan pelatihan bagi guru dan staf tentang cara mengenali dan merespons perilaku intimidasi. Dengan mengambil sikap tegas terhadap penindasan dan menerapkan konsekuensi atas perilaku negatif, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang aman dan terjamin bagi semua siswa.

Dukungan terhadap korban dan intervensi terhadap pelaku juga penting dalam mencegah dan mengatasi perundungan di sekolah.

Menurut program Roots, “Sekolah harus memberikan dukungan emosional kepada korban perundungan, termasuk layanan konseling dan kelompok dukungan sebaya. Selain itu, sekolah harus mengambil tindakan terhadap pelaku intimidasi, memberikan intervensi yang bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif dan mendorong perilaku positif.”

Intervensi yang dimaksud dapat mencakup konseling, praktik keadilan restoratif, dan konferensi orang tua-guru. Dengan memberikan dukungan bagi para korban dan intervensi bagi para pelaku, sekolah dapat berupaya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif bagi semua siswa.

Kesimpulan dan prospek masa depan

perundungan

Pentingnya mengatasi masalah perundungan di sekolah di Indonesia karena dampak buruknya terhadap kesehatan mental dan fisik siswa. Program Roots yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak tahun 2017 merupakan salah satu contoh program pencegahan bullying berbasis sekolah yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak-anak.

Data UNICEF, “Pada beberapa kasus, peran sekolah dalam mencegah bullying masih minim, banyak sekolah yang menutup-nutupi masalah bullying. Oleh karena itu, penting untuk menyadari pentingnya mengatasi intimidasi di sekolah dan mengambil tindakan untuk mencegahnya.”

Upaya berkelanjutan diperlukan untuk mencegah dan mengatasi perundungan di sekolah di Indonesia. Sekolah mempunyai peranan penting dalam pendidikan, dan harus mengembangkan kepribadian siswa serta menyediakan lingkungan belajar yang positif. Upaya pencegahan dan penanggulangan bullying di sekolah dapat dimulai dengan menciptakan budaya suasana belajar yang baik, mensosialisasikan pengertian bullying di lingkungan sekolah, dan melatih guru dan staf sekolah tentang cara menghadapi bullying. Selain itu, melibatkan siswa sebagai agen perubahan dan menerapkan kampanye anti-intimidasi juga bisa efektif.

Kolaborasi dan tindakan sangat penting agar terjadi perubahan positif dalam mengatasi perundungan di sekolah di Indonesia. Kebijakan seperti mengarahkan guru untuk melakukan pendekatan kepada siswa dan memberikan contoh perilaku serta menyusun kebijakan yang jelas mengenai penggunaan media sosial dan penanganan kasus perundungan di media sosial juga dapat efektif. Dengan bekerja sama dan mengambil tindakan, sekolah, orang tua, dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung siswa. Penting untuk terus memprioritaskan pencegahan dan penanganan perundungan di sekolah di Indonesia untuk memastikan kesejahteraan dan keberhasilan semua siswa. (DN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.