Ini yang Perlu Anda Pahami Terkait Aturan Impor Barang Digital di Indonesia

oleh -0 Dilihat
Ini yang Perlu Anda Pahami Terkait Aturan Impor Barang Digital di Indonesia
Aturan impor barang digital di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan bisnis digital.

Jakarta- Aturan impor barang digital di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan bisnis digital. Berdasarkan PMK 190/2022, impor barang tidak berwujud, termasuk software dan barang digital lain yang ditransmisikan secara elektronik, kini diatur dengan ketentuan khusus.

Importir atau perusahaan yang mengurus kepabeanan wajib menyampaikan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) melalui sistem komputer pelayanan ke kantor pabean tempat importir berdomisili atau kantor pabean lainnya. Penyampaian PIB ini harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah tanggal pembayaran transaksi pembelian barang digital.

Selain itu, impor barang digital ini dikecualikan dari beberapa ketentuan seperti pengangkutan dan penyampaian inward manifest, pembongkaran dan penimbunan barang di kawasan pabean, serta pemeriksaan fisik barang.

Selanjutnya, aturan baru yang tertuang dalam PMK Nomor 96 Tahun 2023 memperkenalkan kewajiban kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

PPMSE wajib melakukan pertukaran data katalog elektronik dan invoice elektronik atas Barang Kiriman yang transaksinya melalui PPMSE, dan kemitraan ini harus dilakukan paling lambat 10 hari setelah surat pemberitahuan diterbitkan. Jika ketentuan kemitraan ini tidak dipenuhi, impor barang kiriman yang transaksinya melalui PPMSE tidak akan dilayani.

Aturan-aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan memperjelas regulasi terkait dengan impor barang digital, sekaligus meningkatkan pelayanan dan pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Mengatur impor barang digital membutuhkan pendekatan yang berbeda dari barang fisik karena sifatnya yang tidak berwujud. Aturan-aturan baru yang diperkenalkan melalui PMK 190/2022 dan PMK Nomor 96 Tahun 2023 mencerminkan usaha pemerintah Indonesia untuk menjembatani kesenjangan hukum yang mungkin muncul akibat perkembangan pesat dalam perdagangan digital.

Kebijakan ini tidak hanya memastikan bahwa barang digital diperlakukan secara adil dalam sistem perpajakan dan kepabeanan tetapi juga melindungi konsumen dan pelaku usaha di Indonesia dari potensi penyalahgunaan perdagangan barang digital.

Dengan mewajibkan penyampaian PIB dan kemitraan antara PPMSE dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemerintah berupaya memperkuat pengawasan terhadap aliran barang digital masuk ke Indonesia.

Langkah ini juga sejalan dengan standar global, mengingat banyak negara juga sedang menavigasi tantangan serupa dalam mengatur ekonomi digital. Misalnya, aturan mengenai tarif 0% untuk barang digital sesuai dengan moratorium yang diterapkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan upaya Indonesia untuk mematuhi norma internasional sekaligus melindungi kepentingan domestiknya.

Namun, implementasi aturan baru ini tentu memerlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Edukasi dan sosialisasi yang luas kepada para stakeholder penting untuk memastikan bahwa semua pihak memahami hak dan kewajiban mereka di bawah aturan baru ini.

Diharapkan, dengan aturan ini, Indonesia dapat memanfaatkan potensi ekonomi digital secara lebih optimal, memperkuat ekosistem perdagangan digital yang sehat, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat merujuk ke situs resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau kementerian keuangan Indonesia yang menyediakan detail dan panduan mengenai aturan-aturan ini.(Red DN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.