Revisi UU ITE Jilid 2 Disahkan DPR, Apa Saja Isinya?

oleh -0 Dilihat
UU ITE
Ketua Panja RUU ITE Abdul Kharis Almasyhari (Istimewa)

Jakarta – DPR resmi telah mengesahkan revisi kedua UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pengesahan Revisi UU ITE itu dilakukan dalam rapat paripurna ke-10 penutupan masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 di gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (05/12/2023).

Ketua DPR Puan Maharani memimpin rapat paripurna tersebut didampingi sejumlah wakil, yakni Lodewijk F Paulus, Rachmat Gobel, dan Sufmi Dasco Ahmad. Pengesahan itu diambil usai Ketua Panja RUU ITE Abdul Kharis Almasyhari memaparkan poin-poin perubahan revisi UU ITE dalam rapat paripurna.

Wakil Ketua DPR, Lodewijk Freidrich Paulus kemudian membuka persetujuan kepada anggota DPR di rapat paripurna untuk menjadi Undang-Undang.  “Kini tiba saatnya kami menanyakan kepada fraksi-fraksi, apakah rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dapat disetujui untuk menjadi UU?” tanya Lodewijk.

“Setuju,” jawab anggota DPR dalam rapat paripurna.

Baca jugaPolda Lampung Ungkap Perkara UU ITE Tentang Kesusilaan

Sembilan atau semua fraksi sebelumnya telah menyepakati perubahan kedua UU ITE disahkan menjadi UU dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu pada Rabu (22/11/2023).

Abdul Kharis memaparkan, sejumlah substansi perubahan dalam revisi kedua UU ITE antara lain seperti Pasal 27 ayat (1) mengenai kesusilaan, ayat (3) mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik, dan ayat (4) mengenai pemerasan atau pengancaman yang merujuk pada KUHP.

Ada pula pasal 28 ayat (1) mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Pasal 28 ayat (2) mengenai penyebaran berita bohong dan menyesatkan serta perbuatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Abdul Kharis memastikan pihaknya telah mengundang sejumlah pihak untuk membahas rumusan RUU ITE. Mereka juga telah menyelenggarakan rapat Panja sebanyak 14 kali guna membahas substansi.

Baca juga: Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Kembali Diperiksa Polda Metro

Point Penting Revisi UU ITE

Direktur Jenderal IKP, Usman Kansong menjelaskan ada beberapa poin penting yang direvisi selain pasal karet. Poin penting yang dimaksud adalah pasal perlindungan anak di ruang digital yang sebelumnya belum sama sekali dicantumkan.

“Ada pasal perlindungan anak di ruang digital, sebelumnya sama sekali tidak ada, ini ada,” jelas Usman saat ditemui di Kantor Kominfo, Senin (4/12/2023).

Menurut Usman adanya pengecualian pada pasal karet yakni Pasal 27. Di mana jika sebelumnya dilarang menghina, mencemarkan nama baik, dan menurunkan martabat orang lain, tapi dengan adanya pasal pengecualian ini boleh. Asal untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukan bukti.

“Jadi ada kasus-kasus di masyarakat yang menunjukan perbedaan penafsiran. Mestinya orang yang melaporkan kasus penghinaan, tapi dia justru menjadi tersangka. Ingat kasus Baiq Nuril ya, dia kan melaporkan ada kepala sekolah yang menelfon dia dan menceritakan sesuatu yang dianggap melecehkan secara seksual dia melaporkan, dia malah jadi tersangka, tapi dia akhrinya bebas ya,” katanya.

“Kalau sebelumnya tidak diatur ya pengecualian, orang dilarang menghina mencemarkan nama baik menurunkan martabat orang, tapi ini ada pasal pengecualian itu boleh. Kalau itu untuk kepentingan pembelaan diri dan bisa menunjukan, maka itu tidak akan terkena UU ITE di Pasal 27 diatur,” imbuhnya.

Baca juga: Ini Pentingnya UU “Cyber Laundering” Kata Pakar Hukum Unila

Adanya revisi UU ITE ini diharapkan tetap dapat menjalankan kebebasan berpendapat, tetapi dalam menjalankan kebebasan berpendapat itu juga mempertimbangkan hak dan kebebasan orang lain. Agar ruang digital internet aman dan sehat. Revisi undang-undang ITE ini juga untuk memberi kepastian hukum.

UU ITE pertama kali disahkan melalui UU No. 11 Tahun 2008 sebelum akhirnya direvisi dengan UU No. 19 Tahun 2016. Berdasarkan UU ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Sementara, transaksi elektronik merupakan perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Aturan ini berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur UU ITE, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. (DN)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.