Komisi X DPR: Gerakan Guru Besar Memiliki Nilai Filosofis, Prinsip Negara Terusik

oleh -0 Dilihat
Guru Besar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih

Jakarta – Guru Besar Antopologi Hukum Universitas Indonesia (UI) Professor Sulistiyowati Irianto meninggikan suaranya atas pernyataan kalangan politisi dan istana yang menyebut gerakan sejumlah akademisi yang mengeluarkan deklarasi terkait kondisi demokrasi di Indonesia jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024

Bagi Prof Sulis, universitas memiliki otonomi kebebasan akademik, fungsi akademisi memproduksi ilmu pengetahuan dan membawa temuan ke luar kelas seperti aksi puluhan universitas terkahir ini.

“Magna Carta Universitatum, Universitas itu kan sebetulnya adalah institusi yang otonom, jadi artinya para ilmuwan di dalamnya itu memiliki otonomi kebebasan akademik karena kalau tidak dia atau kita semua ini tidak bisa menjalankan fungsi

yaitu memproduksi ilmu pengetahuan melakukan penelitian, publikasi kemudian

membawa semua temuan-temuan itu ke ruang kelas sehingga kelas kita itu

selalu diperbarui dengan temuan-temuan yang baru gitu ya,” keterangan Prof. Sulis dalam Program open Minded di channel Youtube Diskursus Net.

Sulis menekankan aksi para guru besar dan akademisi merupakan gerakan moral dan jauh dari kepentingan uang apalagi kekuasaan.

“Nah, sebagai lembaga yang otonom artinya di kampus itu itu tidak boleh ada kepentingan-kepentingan uang dan kepentingan-kepentingan kekuasaan gitu, jadi kalau kami sekarang ini keluar satu persatu dari seluruh universitas di tanah air ini maka itu jangan dilihat sebagai gerakan politik, ada pesan-pesan sponsor elektoral bukan begitu kami itu selalu menjadi gerakan moral gitu ya,” tegasnya.

Ditanyakan pemandu acara, Kabul Indrawan mengenai langkah selanjutnya dari para akademisi, Guru Besar UI tersebut menyerahkan kepada parlemen dan masyarakat.

Sulis yang terkenal kritis menyatakan gerakan moral sivitas akademika kebanyakan kampus memang tidak melibatkan struktur universitas khususnya rektorat.

penyebabnya adalah karena PTN terutama ya PTN dan UIN juga

“Ya, rektornya itu kan dipilih berdasarkan regulasi yang mengatakan bahwa pemerintah memiliki 35% suara, akibatnya barangkali ya Rektor itu merasa harus berdekatan dengan pemerintah gitu. Sehingga buat mereka melawan Pemerintah itu adalah sesuatu yang kalau bisa jangan deh gitu kan seperti itu saya melihatnya sebagai sebuah jebakan politik administratif,” pungkasnya.

Baca juga: Muhaimin: Kritikan Guru Besar ini Lampu Merah, Warning!

Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia, termasuk sivitas akademika dan para guru besar di kampus, berhak mengekspresikan aspirasinya. Hak tersebut, tegasnya, telah dijamin oleh negara melalui perundang-undangan. Hal ini menjadi perhatiannya lantaran dirinya tidak ingin suara sivitas akademika dibungkam karena menyampaikan maklumat jelang Pemilu 2024.

Fikri menegaskan bahwa negara berkewajiban memberikan ruang agar publik termasuk sivitas akademika bisa mengungkapkan apapun yang ingin mereka suarakan.

“Mereka (mengungkapkan rasa) prihatin. Ini harus diperhatikan. Jangan direspon sesaat supaya tatanan berdemokrasi bisa memberikan porsi kepada elemen masyarakat agar terlibat memberikan masukan tanpa ada tekanan intimidasi dan diskriminasi,” ungkap Fikri saat diwawancarai Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (06/02/2024).

Politisi Fraksi PKS itu menilai setiap pendapat dan masukan yang disampaikan oleh sivitas akademika telah dibuat berdasarkan pada pertimbangan yang matang. Jika aspirasi mereka dinilai sebagai sebuah orkestrasi elektoral oleh oknum tertentu, menurutnya, tidak masuk akal.

“Apakah ini karena alasan karena dekat (waktu) Pemilu? Sesungguhnya (aspirasi mereka) lebih dari itu. Saya pikir tidak mungkin para guru besar berpikir pendek. Reaksi mereka ini berdasarkan nilai filosofis. Mereka bereaksi karena prinsip negara kita mulai terusik,” terangnya.

Oleh karena itu, Fikri berharap segenap stakeholder termasuk pemerintah bersikap asertif dalam menanggapi peristiwa ini. Selain melindungi demokrasi, dirinya ingin negara bisa menjaga komitmen untuk memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia.

Diketahui, lebih dari 50 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, menyampaikan petisi kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 terhitung sejak Rabu (31/01/2024). Sivitas akademika terdiri dari guru besar dan dosen itu juga menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.

Sayangnya, Istana menegaskan kritik sejumlah kampus terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi, ditanggapi Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sebagai upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. (DN)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.