Delegasi World Water Forum Terpukau oleh Keindahan dan Pengelolaan Air Tradisional di Bali

oleh -0 Dilihat
world water forum
Peserta WWF 2024 dibuat terpukau dengan alam Bali dsn Pengairan tradisional Subak (Marves)

Bali – Menjelang penutupan World Water Forum ke-10, delegasi dan peserta diberikan kesempatan unik untuk menjelajahi kekayaan alam dan kearifan lokal Bali dalam pengelolaan sumber daya air, pada Sabtu (26/05/2024). Tur mengarahkan peserta ke Museum Subak, Danau Batur, dan Desa Wisata Jatiluwih ini memberikan wawasan mendalam tentang praktik berkelanjutan yang telah dijalankan pulau ini selama berabad-abad.

Pada Jumat, 25 Mei 2024, peserta berkunjung ke Museum Mandala Manthika di Kabupaten Tabanan, yang sebelumnya dikenal sebagai Museum Subak. Mereka disambut dengan berbagai artefak yang menggambarkan evolusi pertanian dan irigasi dari masa ke masa.

“Sistem irigasi Subak di Bali sangat unik, terintegrasi dengan budaya dan agama setempat, dan saya sangat tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut,” Yumiko Yasuda dari Global Water Partnership, Swedia, menyatakan kekagumannya.

Pemandu menyampaikan bahwa museum telah direnovasi menjelang forum, tidak hanya bertindak sebagai pusat informasi tetapi juga sebagai simbol komitmen Bali terhadap pelestarian lingkungan hidup dan budaya.

“Museum ini memuat tiga seksi yang masing-masing berfokus pada sejarah irigasi dari berbagai belahan dunia, termasuk Asia Timur dan Nusantara, serta sistem Subak khas Bali yang berfokus pada siklus pertanian padi,” menurut Ni Nyoman Mirahwati, pemandu dari Mandala Manthika,

Selanjutnya, peserta mengunjungi Danau Batur, di mana keindahan alam Bali benar-benar menyita perhatian.

Baca juga: CEO SpaceX Elon Musk Hadiri World Water Forum ke-10 di GWK

Dave Hebblethwaite dari Pacific Community Fiji menggambarkan pengalamannya, “Pemandangan danau dan gunung di sini sangat menakjubkan. Saya merasa ada hubungan yang mendalam antara Bali dan Fiji, sebagai bagian dari cincin api Pasifik.”

Di Desa Wisata Jatiluwih, delegasi disambut dengan Tari Metangi, sebuah pertunjukan yang melambangkan semangat kebangkitan dan perayaan.

“Kami ingin menunjukkan yang terbaik kepada para tamu. Tari ini melambangkan harapan kami untuk kesadaran yang lebih besar terhadap pelestarian air,” ungkap manager desa, John K Purna.

Acara tur ini bukan hanya tentang memperkenalkan keindahan fisik Bali, tetapi juga etos kerja keras masyarakatnya dalam memelihara keberlanjutan lingkungan. Di Jatiluwih, peserta tidak hanya menikmati pemandangan sawah terasering tetapi juga terlibat dalam proses menampi beras, yang merupakan bagian penting dari siklus pertanian setempat.

Pengalaman ini menegaskan kembali pentingnya keberlanjutan dan pelestarian tradisi dalam konteks modernisasi dan globalisasi. Seperti yang ditegaskan oleh peserta dari Nepal, Santosh, “Melihat petani di sini bekerja dengan sumber daya yang terbatas tetapi tetap produktif memberikan banyak pelajaran tentang resiliensi dan inovasi.”

World Water Forum ke-10 mungkin berakhir, tetapi pelajaran yang dibawa pulang oleh setiap delegasi akan terus menginspirasi dan memotivasi upaya konservasi air di seluruh dunia. Bali telah menunjukkan bagaimana sejarah dan modernitas bisa berjalan beriringan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.(DN)

Baca informasi menarik lainnya di Google Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.