Faisal Basri Terang-terangan Sebut Nama Menteri Jokowi Lakukan Politik Gentong Babi

oleh -0 Dilihat
faisal basri
Ekonom Faisal Basri dalam program open Minded, Diskursus Net.

Jakarta – Pakar ekonomi dari INDEF, Faisal Basri, mengkritik keras praktik yang ia sebut sebagai politik anggaran berorientasi proyek (pork barrel politics) yang dilakukan oleh sejumlah pejabat kabinet Pemerintahan Indonesia Maju.

Menurutnya, tindakan ini bertujuan untuk mendukung kemenangan paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dalam pemilu presiden mendatang.

Faisal menyampaikan kritik ini saat memberikan kesaksian sebagai ahli dalam sidang sengketa pemilu yang diadakan oleh Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (01/04/2024).

Dalam presentasinya, yang bertajuk “Pembagian Bansos menjelang Pemilu 2024: Taktik Berlebihan untuk Mendukung Prabowo-Gibran”, ia menguraikan bagaimana konsep politik anggaran berorientasi proyek seringkali dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

Faisal menggambarkan bagaimana, di Amerika Serikat, anggota parlemen sering memasukkan proyek-proyek mahal ke dalam anggaran untuk mendapatkan dukungan di daerah pemilihan mereka.

“Kalau di sana umumnya dilakukan oleh anggota DPR baik Senat maupun Kongres yang ingin terpilih kembali, mereka memasukkan proyek-proyek yang menggelontorkan uang banyak di daerah konstituennya, di distrik mereka itu, agar terpilih kembali. Sedemikian makin parahnya keadaan itu membuat sampai ada NGO yang khusus memelototi pork barrel ini karena memang membiaskan demokrasi,” ucap Faisal.

Ia menekankan bahwa praktik serupa terjadi di Indonesia, meskipun dalam bentuk yang berbeda, karena tingkat pendapatan yang lebih rendah dan prevalensi kemiskinan yang lebih tinggi.

“Nah jadi secara umum bisa dikatakan pork barrel ini di negara-negara berkembang wujudnya berbeda karena pendapatannya masih rendah, angka kemiskinannya tinggi di Indonesia. Penduduk miskin ekstrem, nyaris miskin, rentan miskin, itu kira-kira hampir separuh dari penduduk. Jadi santapan yang memang ada di depan mata para politisi karena mereka lebih sensitif terhadap pembagian-pembagian sejenis bansos utamanya bansos yang ad hoc sifatnya,” bebernya.

Baca juga: Ekonom Faisal Basri Sebut Jokowi Jahat Sekali, Ini Alasannya..

Dalam konteks Indonesia, menurut Faisal, politik anggaran berorientasi proyek cenderung lebih terfokus pada pembagian bantuan sosial (bansos), terutama yang bersifat ad hoc, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.

Faisal juga menyatakan bahwa, meskipun terdapat aturan yang melarang distribusi bansos menjelang pemilihan daerah, aturan serupa tidak diterapkan pada pemilu.

Faisal menyoroti peran beberapa menteri, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang ia klaim telah menggunakan bansos sebagai alat politik dengan menghubungkannya langsung dengan dukungan untuk Jokowi dan calon yang didukungnya.

Faisal juga mengecam pernyataan dari Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mendesak Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk lebih aktif dalam memanfaatkan bansos untuk keuntungan politik.

“Dipikir semua menteri mentalitasnya, moralitasnya, seperti dia. Bu Risma tidak. Tidak mau mempolitisasi bansos. Sudah uangnya ada, tapi kurang magnetnya, harus ditunjukkan ini lho yang ngasih secara demonstratif. Maka Airlangga dan banyak menteri lagilah. Tapi yang paling vulgar adalah Airlangga Hartarto, Bahlil, dan Zulkifli Hasan,” kesaksian Faisal di MK.

Baca juga: Presiden Jokowi Tanggapi Isu Belasan Menteri Akan Mundur Yang Dilontarkan Faisal Basri

Lebih jauh, Faisal mengkritik perpanjangan program bansos El Nino yang diajukan Airlangga, menggambarkan hal itu sebagai tindakan yang sangat terang-terangan dalam memanipulasi distribusi bantuan untuk mendapatkan dukungan politik.

“Penerima El Nino mau nggak diteruskan? Ya hampir dipastikan semua orang yang ditanya yang sudah terima ya akan terus. Sedemikian vulgar argumen-argumen yang disampaikan sebagai justifikasi. Agar orang-orang yang terakhir menerima dana, menerima bansos itu sebelum bilik suara itu yang paling diingat,” kata ekonom senior tersebut.

Faisal mengakhiri dengan pernyataan kuat tentang bahaya praktik semacam ini bagi masa depan demokrasi dan kesejahteraan di Indonesia, menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah kemiskinan dan manipulasi politik untuk keuntungan jangka pendek.(DN)

Baca informasi menarik lainnya di Google Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.