War Takjil Jadi Jembatan Toleransi, Lintas Agama Pererat

Jakarta - Fenomena "War Takjil" yang melibatkan partisipasi lintas agama telah menjadi sorotan menarik selama bulan Ramadan. Istilah ini merujuk pada aktivitas berburu takjil atau hidangan pembuka puasa yang tidak hanya dilakukan oleh umat Muslim, tetapi juga oleh masyarakat non-Muslim. Fenomena ini mencerminkan kedermawanan sosial dan toleransi antarumat beragama di Indonesia. Takjil sebagai Simbol Kedermawanan Sosial "Takjil tidak memiliki dimensi ritual agama tertentu, melainkan lebih kepada kedermawanan sosial. Hal ini memungkinkan kelompok non-Muslim untuk turut serta menikmati dan berpartisipasi dalam tradisi ini tanpa beban, sehingga menciptakan suasana Ramadan yang lebih inklusif dan ceria" kata Rachmad K. Dwi Susilo, Dosen Program Studi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dikutip dari kabar24.bisnis, sabtu (23/03/2024). [caption id="attachment_80947" align="alignnone" width="800"] (sumber: klikmu.co)[/caption] Memperkuat Toleransi dan Kerukunan Antarumat Beragama Lewat War Takjil Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Airlangga (Unair), Prof. Bagong Suyanto, melihat fenomena ini sebagai bentuk kerukunan antarumat beragama. Ia menekankan bahwa meskipun berbeda agama, masyarakat tetap saling menghormati dan berbagi. "Saya melihat fenomena ini sebagai bentuk tindakan yang rukun antar umat beragama," kata Bagong, dalam keterangannya, dikutip dari Sinpo, Rabu, 27 Maret 2024. Oleh karena itu, Bagong menganggap, tren seperti ini sangat baik. Fenomena ini mengandung pesan moral untuk saling menghormati, meski memeluk agama yang berbeda. "Saya rasa ini tren yang baik, supaya memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa meski berbeda agama tetap harus saling menghormati satu sama lain," tuturnya. Baca juga 5 Menu Takjil Favorit Buka Puasa, Kaum Non-Muslim Juga Ikut War! Partisipasi Non-Muslim dalam Tradisi Takjil Partisipasi aktif masyarakat non-Muslim dalam "War Takjil" menunjukkan bahwa perbedaan agama tidak menjadi penghalang untuk saling berbagi dan menjalin kebersamaan. Mereka tidak hanya membeli takjil untuk konsumsi pribadi tetapi juga membagikannya kepada umat Muslim yang menjalankan puasa. Hal ini mencerminkan semangat toleransi dan kerukunan yang kuat di tengah keragaman masyarakat Indonesia. [caption id="attachment_80948" align="alignnone" width="800"] (sumber: jawapos.com)[/caption] Membangun Inklusivitas Melalui Ruang Publik Rachmad K. Dwi Susilo juga menekankan pentingnya agama lain membuka ruang publik sehingga semua agama bisa turut terlibat dalam suasana saling menghormati dan penuh kegembiraan. Pemerintah dapat berperan dengan menyediakan forum atau kelembagaan yang produktif, menghasilkan kerja-kerja kolektif yang inklusif, sehingga semua kelompok bisa terlibat tanpa menyentuh aspek-aspek asasi atau personal agama tersebut. [caption id="attachment_80949" align="alignnone" width="800"] (sumber: beritakarya.id)[/caption] Fenomena "War Takjil" lintas agama selama Ramadan tidak hanya memperkaya tradisi kuliner Indonesia tetapi juga memperkuat nilai-nilai toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Partisipasi aktif masyarakat non-Muslim dalam tradisi ini menjadi bukti nyata bahwa perbedaan agama tidak menghalangi semangat kebersamaan dan saling menghormati. Dengan terus mendorong inklusivitas dan ruang publik yang terbuka, diharapkan kerukunan dan toleransi antarumat beragama di Indonesia akan semakin kokoh Baca informasi menarik lainnya di Google Berita