Jejak Sejarah Sumpah Pocong di Indonesia dari Tradisi hingga Kontroversi

oleh -0 Dilihat
sumpah pocong
Saka Tatal jalani prosesi sumpah pocong.(DN)

Diskursus Network – Sumpah pocong merupakan tradisi yang telah lama dikenal di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa dan Madura. Ritual ini sering kali dilakukan sebagai langkah terakhir untuk membuktikan kebenaran dalam situasi yang penuh konflik atau tuduhan yang sulit dibuktikan. Seseorang yang disumpah dibungkus dalam kain kafan seperti jenazah dan disumpah di tempat sakral, dengan keyakinan bahwa jika ia berbohong, ia akan menerima kutukan atau hukuman dari Tuhan.

Sumpah pocong memiliki akar yang dalam di masyarakat tradisional Indonesia, meski asal-usul pastinya sulit dilacak. Di Jawa dan Madura, sumpah pocong dianggap sebagai langkah terakhir untuk menyelesaikan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan cara lain. Prosesi ini mencerminkan keyakinan bahwa Tuhan akan menghukum mereka yang berbohong dalam sumpah tersebut.

Namun, meskipun tradisi ini masih ada, sumpah pocong sering kali memicu kontroversi, terutama dari perspektif hukum dan agama. Banyak kalangan agama, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), menegaskan bahwa sumpah pocong bukan bagian dari ajaran Islam, melainkan hanya tradisi yang berkembang di masyarakat. Mereka menyarankan agar penyelesaian konflik dilakukan melalui jalur hukum formal yang diakui.

Kasus Saka Tatal: Sumpah Pocong yang Menghebohkan

saka tatal pocong
Saka Tatal Ketika Akan Menjalani Prosesi Sumpah Pocong.

Aksi Saka Tatal di Cirebon menjadi salah satu contoh sumpah pocong yang menarik perhatian publik. Saka, mantan terpidana kasus pembunuhan, melakukan sumpah pocong untuk membuktikan dirinya tidak bersalah. Meskipun demikian, Raden Chaidir Susilaningrat, seorang pegiat budaya asal Cirebon, menegaskan bahwa sumpah pocong bukanlah tradisi asli masyarakat Cirebon. Ia berharap masyarakat tidak menganggap ritual ini sebagai bagian dari warisan budaya Cirebon.

Ritual sumpah pocong semakin jarang dilakukan di era modern, terutama karena adanya penekanan pada penyelesaian konflik melalui jalur hukum. Meski demikian, sumpah pocong masih dipraktikkan dalam situasi tertentu, terutama di daerah-daerah yang masih menjunjung tinggi tradisi lokal. Namun, kasus-kasus seperti Saka Tatal menegaskan perlunya kesadaran bahwa sumpah pocong tidak seharusnya dijadikan dasar pertimbangan hukum, dan penyelesaian konflik harus tetap berada dalam kerangka hukum formal.

Baca juga: Saka Tatal Jalani Sumpah Pocong, Tegaskan Tidak Bersalah dalam Kasus Pembunuhan Vina

Dalam kasus-kasus tertentu, sumpah pocong mungkin masih dianggap relevan oleh sebagian masyarakat. Namun, tokoh agama dan budaya menekankan pentingnya memahami bahwa sumpah pocong hanyalah tradisi dan bukan bagian dari ajaran agama yang diakui.

Iman Setiawan Latief dari MUI Jawa Barat menyatakan bahwa Islam hanya mengakui sumpah atas nama Allah, dan sumpah pocong tidak termasuk dalam ajaran Islam.

Sumpah pocong, meskipun kontroversial, tetap menjadi bagian penting dari sejarah dan budaya Indonesia. Ia mencerminkan bagaimana tradisi dan kepercayaan lokal terus bertahan meskipun dihadapkan pada tantangan modernitas. Dalam konteks hukum dan agama, penting untuk menempatkan sumpah pocong pada posisinya yang tepat sebagai bagian dari budaya, bukan sebagai alat penegak hukum atau ajaran agama. Kasus-kasus seperti yang terjadi di Cirebon menegaskan bahwa tradisi ini seharusnya tidak lagi digunakan sebagai dasar penyelesaian konflik yang membutuhkan bukti hukum yang kuat.(DN)

Baca informasi menarik lainnya di Google Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.