Jakarta– Ratusan Dokter dan Civitas Academica Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) menggelar aksi solidaritas atas pemberhentian Prof. Dr. Budi Santoso, SpOG, atau yang dikenal sebagai Prof. BUS dari jabatannya sebagai Dekan FK Unair.
Pencopotan Prof Bus dari jabatannya dilakukan oleh Rektor Unair Prof M. Nasih pada hari Rabu 3 Juli 2024, akibatnya keputusan ini menimbulkan reaksi luas dan protes dari banyak pihak, termasuk banjir karangan bunga di kampus FK Unair.
Prof. BUS diberhentikan Rektor Unair setelah pernyataannya yang menolak rencana pemerintah mendatangkan dokter asing. Aksi ini juga dihadiri oleh mantan rektor Unair Prof. Dr. Med. Puruhito, yang turut berorasi.
Dalam orasinya Puruhito menyatakan keprihatinannya atas keputusan rektor Unair, Prof. Nasih, yang mencopot Prof. BUS dari jabatannya.
“Sebagai warga FK Unair dan mantan rektor, saya merasa sangat berduka cita mendengar keputusan ini,” ujar Puruhito.
Menurut Puruhito, Prof. BUS belum waktunya untuk mundur atau menyelesaikan masa jabatannya, dan masih dalam kondisi sehat.
“Prof. BUS tidak studi lanjut, tidak mundur, dan tidak masuk penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang tetap. Itu adalah syarat untuk memecat seorang dekan atau wakil dekan di Unair, yang juga harus disetujui oleh senat dan majelis wali amanah,” jelasnya.
Ia menambahkan, “Tiga syarat ini, ditambah lima syarat dasar lainnya, tampaknya tidak sepenuhnya dipenuhi oleh pimpinan. Karena itu, kami sangat berduka cita dan terharu mendengar apa yang terjadi pada dekan kebanggaan kami.”
Mantan rektror Unair periode 2001-2006 ini , juga menyampaikan kebanggaannya atas prestasi yang dicapai Prof. BUS selama memimpin FK Unair. Di bawah kepemimpinannya, FK Unair mencapai peringkat dunia ke-308, dan banyak prestasi lain yang diakui secara internasional.
Sementara itu Guru Besar Bedah Saraf Abdul Hafid Bajamal dalam aksi tersebut mempertanyakan mengapa civitas academica selama ini tidak diberi kebebasan berekspresi.
“Tahukah kalian, dalam hiruk-pikuk demokrasi di luar kampus, tidak ada satupun aktivitas civitas academica. Mengapa? Karena kita dijadikan seperti katak dalam tempurung. Hari ini sudah berakhir. Mulai hari ini kita harus berani berbicara,” katanya tegas.
“Apa yang benar harus kita sampaikan, keadilan harus kita perjuangkan. Jangan jadi penjilat atau munafik hanya karena ingin naik jabatan. Hari ini, semua harus bersikap tegas. Kita adalah akademisi,” pungkas Prof. Hafid. (DN-Kabs)
Dapatkan Informasi Lainnya Dari Diskursus Network Melalui Google News