Tahun 2022, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Tinggi di Lampung

oleh -0 Dilihat
Tahun 2022, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Tinggi di Lampung
Damar Lampung mengatakan kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) tahun 2022 di Provinsi Lampung tinggi jika dibandingkan tahun 2021. (Ilustrasi)

BandarLampung- Direktur Lembaga Advokat Damar Lampung, Ana Yunita mengatakan kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) tahun 2022 di Provinsi Lampung tinggi jika dibandingkan tahun 2021.

“Dalam catatan kami di tahun 2021 ada 13 pengaduan KSBE dari 49 pengaduan dan naik pada 2022 menjadi 18 pengaduan KSBE dari 43 pengaduan yang diterima,” ungkapnya pada Selasa (13/2/2023).

Dia mengatakan, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) dalam kurun waktu dua tahun terakhir cukup tinggi, tapi banyak masyarakat yang enggan untuk melaporkan kasusnya.

“Terakhir kasus di Lampung Tengah yakni kekerasan seksual berbasis WhatsApp,” kata dia.

Untuk kasus KSBE, sebagian korbannya banyak dialami oleh remaja yang berusia 18 hingga 24 tahun. Sehingga, bukan hanya anak berpotensi mengalami kekerasan, remaja juga banyak menghadapi kekerasan gender berbasis online.

Ditegasnnya, perlunya adanya pendidikan kesadaran kritis kepada anak-anak perempuan dan laki-laki, sehingga korban berani mengadukan ke ibu atau orang terdekat yang korban yakini dapat memberikan pertolongan.

Dia melanjutkan, pelaku melakukan kekerasan seksual karena relasi kuasa yang dimiliki dan merekam pencabulan yang dilakukan untuk mengancam korban.

“Selama pandemi, kekerasan seksual dengan menggunakan teknologi atau Kekerasan berbasis gender online mengalami peningkatan,” ungkapnya.

Ia pun meminta, masalah ini harus menjadi perhatian semua pihak dan tingginya kasus yang terjadi, instrumen hukum yang belum mengakomodir keadilan korban dan kesiapan aparat penegah hukum dalam menangani kasus.

“Pada prakteknya penggunaan undang-undang Informasi dan transaksi Elektronik (UU ITE) masih menyulitkan korban KBSE baik dalam pembuktian maupun hukum acara pidananya,” tambahnya.

Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung pun berharap Polresta Bandar Lampung menggunakan pasal berlapis pada kasus AM yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan UU ITE pasal 29 jo pasal 45B.

“Setiap orang yang tanpa hak mengirimkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,” ungkapnya.

Ana juga mendesak pihak sekolah memastikan akses keberlanjutan pendidikan pada korban sebagai upaya reintegrasi sosial.

“Pendidikan Kesehatan reproduksi, ketubuhan dan literasi digital penting diberikan anak-anak, remaja sebagai upaya pencegahan dan mengembangkan kebijakan perlindungan korban kekerasan seksual di Sekolah,” tutupnya.

Tak hanya itu, secara struktur berupa peraturan gubernur dan kebijakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga telah masif dikeluarkan. Namun perlu dilakukan pengontrolan dalam pengimplementasinya.

“Peraturan daerahnya sudah tersedia, tapi yang menjadi PR adalah bagaimana memastikan kebijakan ini diimplementasikan hingga daerah. Sehingga kasus kekerasan dapat ditekan,” jelasnya. (Roy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.