Tekuni Bisnis Sabut Kelapa, Yoga Jadi Eksportir Berpenghasilan Miliaran

oleh -3 Dilihat
sabut kelapa
Yoga Adi Baskoro saat menceritakan kisah suksesnya. FOTO: darmajaya.ac.id

Lampung Tengah – Nasionalisme dan pemberdayaan masyarakat menjadi pegangan pemuda asal Desa Tempuran, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah ini. Yoga Adi Baskoro, lulusan IIB Darmajaya berhasil menjadi entrepreneur yang tak biasa.

Menurut Yoga, ia memanfaatkan sabut kelapa (coco fiber) dan cocopeat yang merupakan limbah ataupun sisa-sisa dari buah kelapa, menjadi barang bernilai ekonomi. Usaha itu mengantarkannya menjadi eksportir.

Perjuangannya untuk berdikari tak mudah untuk meyakinkan keluarga, dengan meninggalkan perusahaan yang telah memberikan kenyamanan. Yoga meyakini terhadap peluang usaha ekspor sabut kelapa.

“Awalnya saya bekerja di salah satu perusahaan di Lampung Selatan, tapi tidak memberikan manfaat kepada warga sekitar. Sehingga saya keluar pada 2016,” ucapnya dikutip dari darmajaya.ac.id, Rabu (15/9/2021).

Memutuskan keluar dengan posisi top management, Yoga tak menyesal sama sekali.

“Saya yakinkan keluarga bahwa dengan berdikari dan memberikan manfaat kepada warga sekitar akan lebih bermanfaat serta memiliki kepuasan sendiri. Saya tahu hulu ke hilir dari bisnis ini dan keluarga pun akhirnya percaya,” ungkapnya.

Ia awalnya mengekspor coco fiber ke luar negeri pada 2018 dan banyak juga berhubungan dengan instansi terkait di Provinsi Lampung.

Namun ini juga mengalami pasang surut usaha. Barang yang dikirim tidak diterima oleh pembeli karena tidak sesuai dengan klasifikasi.

“Waktu itu sempat terjadi penolakan, karena kadar airnya tinggi, sehingga harus mengirim kembali. Ya sudah lumayan mengalami kerugian seharga lima motor,” imbuhnya mengenang.

Belajar dari situ, ia pun langsung memeriksa dan memastikan bahan yang akan dikirim.

“Sabut kelapa memiliki nilai jual tinggi dan sangat diminati pasar internasional. Perusahaan furniture di luar negeri menjadikannya salah satu bahan pembuatan kasur, meja, tali dan lain sebagainya,” terangnya.

Banyak masyarakat yang tidak mengetahui nilai ekonomi dari sabut kelapa.

“Saya lalu mengedukasi mereka untuk mengumpulkan sabut kelapa dan menerimanya. Ada 30 home industry di Lampung yang membantu mengirimkan ke luar negeri,” bebernya.

Sabut kelapa, kata Yoga, merupakan salah satu bagian dari nasionalisme.

“Negara kita ini kan penghasil kelapa dan limbahnya banyak dari kulit kelapa. Kalau dimanfaatkan dengan baik, maka pendapatan perkapita masyarakat juga naik. Sehingga bisa menambah pendapatan negara terutama dari ekspor perdagangan,” urainya.

Usaha yang digelutinya ini juga masih membuka peluang besar terhadap siapapun. Karena untuk memenuhi kebutuhan ekspor, satu pembeli dari perusahaan luar negeri permintaannya sampai 720 ton.

“Saya hanya dapat mengirimkan rata-rata dua kontainer (36 ton) dalam 45 hari sekali. Dengan 1,5 juta butir kelapa menghasilkan sabut kelapa yang dikonversi menghasilkan Rp1,8 miliar,” kata dia yang juga Consulting Engineer di perusahaannya PT. Tunas Nusantara Group itu. ()

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.